iklan

Hosting Unlimited Indonesia

Minggu, 07 Mei 2017

ETIKA CARING DALAM KEPERAWATAN

    A.    Definisi Caring
Caring adalah suatu perasaan dan penunjukan kepedulian dan empati kepada orang lain, menunjukkan atau memiliki kasih sayang. Dari definisi tersebut, caring merupakan suatu perasaan yang juga membutuhkan tindakan.
Teori caring Dr. Jean Watson sudah dikenal dalam dunia keperawatan. Ada tiga elemen utama dari  teorinya, yaitu faktor – faktor karatif, hubungan caring transpersonal, dan kesempatan untuk melakukan caring/momen melakukan caring (Watson, 2001).
Karatif faktor Watson berupaya untuk menghormati persepsi manusia (pasien) tentang pekerjaan dunia keperawatan dan kehidupan di dalamnya serta pengalaman subjektif dari pasien yang dilayani. ( Watson, 1997)
Dua contoh dari faktor – faktor karatif, yang kemudian berubah menjadi faktor – faktor caritas pada tahun 2001, pada praktik klinik adalah “pengembangan dan mempertahankan hubungan saling percaya, hubungan caring yang otentik” dan “memberi dan mendukung tentang ekspresi perasaan yang positif atau negatif sebagai koneksi dengan semangat yang dalam dari diri sendiri dan untuk apa menjadi peduli” (Watson, 2001)
Untuk membangun hubungan saling percaya dan hubungan caring yang baik dengan pasien, perawat harus selalu sadar diri terhadap segala macam perasaan yang menghakimi atau perasaan yang melebihi batasan untuk terjalin sebuah ikatan dengan pasien. Caring membutuhkan perawatan untuk memiliki hubungan mendalam untuk menciptakan semangat dalam diri sendiri dan semangat dalam diri pasien. Model caring Watson membutuhkan perawat untuk melihat keunikan masing – masing individu dan melihat semua ekstensi yang memungkinkan untuk menjaga harga diri pasien. Model caring Watson membutuhkan perawatan untuk melihat keunikan masing – masing individu dan melihat semua ekstensi yang memungkinkan untuk menjaga harga diri pasien. Elemen kedua, hubungan caring trnspersonal, menjelaskan kesadaran perawat tentang caring dan komitmen moral untuk membuat koneksi yang disengaja dengan pasien. Elemen ketiga adalah kesempatan merawat/momen perawatan, adalah ruang dan waktu ketika pasien dan perawat secara bersama-sama untuk membuat proses caring terjadi.

      B.     Teori Etik Caring
Edwar (2009), menjelaskan evolusi dari teori etik caring selama 15 tahun terakhir ada tiga versi. Pertama, Gilligan (1982) memulai diskusi dengan fokus pada konteks dari situasi dibandingkan dengan pemihakan dan pertimbangan tentang isu-isu yang pantas. Refleksi adalah suatu elemen dari keadilan yang berbasis pertimbangan moral dan tidak menyertakan pertimbangan pada tingkatan caring atau kedekatan dalam suatu hubungan. Gilligan adalah yang pertama yang mengubah teori moral yang dulunya berada pada posisi dimana individu dipandang sebagai independen menjadi posisi dimana individu saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain. Orang asing tidak akan menerima tingkat caring yang sama seperti yang pengalaman yang pernah kita alami. Sebagai contoh, anda mungkin setuju ketika merawat kucing tetangga anda pergi, tetapi hal itu berbeda ketika anda menyetujui merawat adik anda di rumah anda sementara dia sedang sedang dalam perawatan di rumah sakit. Caring terletak pada tindakan yang berkelanjutan dengan perilaku yang berbeda dalam keterlibatan emosional bagi individu pada hubungan yag saling mempedulikan satu sama lainnya.
            Kedua, kontribusi utama Tronto (1993) telah berada di ranah filosofi politik. Dia berpendapat “Bahwa jika kita fokus pada hubungan saling peduli dan hubungan antara kekuatan dan tindakan kepedulian, seperti merawat anak-anak dan orang sakit, maka sebuah tatanan sosial dengan pengaturan yang berbeda secara radikal akan terjadi ” (Edwars, 2009).
Mirip dengan Gilligan (1982), Tronto (1993) membedakan antara kewajiban yang berbasis etika dengan tanggung jawab yang berbasis etika. Kewajiban berbasis etika berasal dari teori utilarianisme, prinsipalisme deontologi, atau (Beuchamp & Childress, 2009), di situasi yang bagaimana pembuat keputusan menentukan kewajiban yang ia miliki dan konsekuensinya. (“Kewajiban apa, jika memang ada, apa yang harus saya lakukan pada orang ini”). Sebaliknya, pada tanggung jawab yang berbasis etika, hubungan dengan orang lain adalah awal untuk memulai. Menurut Tronto(1993), etika caring melibatkan pengembangan “kebiasaan caring”. Perawat harus bertanya pada dirinya sendiri bagaimana cara terbaik untuk memenuhi caring secara tanggung jawab.
            Ketiga, Gastmans (2006) dan Little (1998) berusaha untuk menjawab pertanyaan “apa tindakan terbaik untuk merawat pasien ini?”. Keduanya tidak mempertimbangkan etika caring sebagai sebuah teori, tetapi orientasi moral. Beberapa kritikus mengenai etika caring melihat bahwa caring sebagai perspektif yang diperlukan untuk kepekaan moral dan respon moral, tetapi mereka juga mempercayai bahwa ada elemen-elemen lain yang dibutuhkan sebagai pemecahan masalah moral. Beberapa elemen ini dapat ditemukan Beuchamp dan Childress (2009) atau empat elemen Tronto (1993) yang akan dibahas kemudian. Beberapa orang menderita kebutaan moral dan tidak tergerak kepada penderitaan orang lain untuk segera mengambil tindakan. Bagi beberapa orang, visi moral tetap ada namun tidak dikembangkan. Meskipun begitu, orientasi caring adalah dasar hubungan antara perawat dengan pasien dan profesi perawat itu sendiri. Mengacu pada kode etik perawat, “Pertimbangan perawat diambil untuk digunakan merawat pasien agar pasien dapat hidup dengan kondisi fisik, emosional, sosial dan piritual sesejahtera mungkin”.
      C.    Sebuah Kasus Pada Caring
Tuan Jones, usia 59 dirawat di rumah sakit karena nyeri akut pada perut dengan muntahan materi kopi. Dia memiliki sejarah panjang kecanduan alkohol dan diabetes tidak tekelola, serta ia juga memiliki amputasi di bawah lutut kiri. Empat bulan lalu, istrinya meninggal setelah 40 tahun menikah. Bapak Jones menyatakan ini adalah alasan ia berhenti mengurus dirinya dan mulai mabuk berat lagi. Menurut perawat yang melaksanakan catatan klinis Bapak Jones menyatakan bahwa Bapak Jones meminta obat penghilang nyeri lebih sering daripada pasien lain dengan kondisi ini. Karena perawat telah menyediakan perawatan untuk Bapak Jones pada beberapa kesempatan, perawat mengetahui ia sering membutuhkan dosis analgesik yang lebih tinggi dan perawat merespon penderitaan Bapak Jones dengan menghubungi dokter untuk perubahan dosis. Dokter ragu-ragu untuk meningkatkan dosis morfin dan untuk menghindari hal yang membahayakan pada pasien, perawat menganjurkan Bapak Jones terlibat langsung dalam resolusi konflik ini dengan dokter.
    D.    Penerapan Etika Caring pada Praktik Keperawatan      
Pada tingkat yang paling umum kami sarankan caring dapat dipandang sebagai sebuah aktivitas pasien yang meliputi segala sesuatu yang kita lakukan untuk mempertahankan, melanjutkan dan memperbaiki “dunia” kita sehingga kita bisa hidup di dalamnya sebaik mungkin. Dunia yang termasuk tubuh kita, diri kita dan lingkungan kita dan semua itu kita usahakan agar tetap terjalin kompleks.
Tronto menyarankan ada hubungan yang sudah ada pada hubungan moral antara orang-orang, karena itu, pertanyaannya adalah, “Bagaimana saya memenuhi tanggung jawab caring saya?”. Model Tronto ini mengusulkan empat fase peduli dan empat elemen perawatan. Fase-fase itu belum tentu berurutan dan sering tumpang tindih. Unsur-unsur perawatan dianggap fundamental diperlukan dalam rangka untuk menunjukkan caring. Empat fase peduli, temuan Tronto tentang empat fase ini, merawat pasien melibatkan kognitif, emosional, dan tindakan strategi :
1.      Caring about
2.      Taking care of
3.      Care giving
4.      Care receiving
Dalam kasus Bapak Jones, perawat pada fase satu (caring about) menyadari kebutuhan untuk obat sakit meningkat dalam penilaian nyeri pasien. Pada tahap dua (taking care of), perawat melihat tanggung jawab untuk merespon tingkat nyeri yang dialami pasien. oleh karena itu, pada fase ke tiga(care giving), perawat mengambil tindakan memanggil dokter untuk perubahan dosis analgesik, dan dosis morfin meningkat. Ini termasuk pengambilan tindakan dalam memenuhi kebutuhan pasien. menghadapi konflik dengan dokter merupakan bagian terpenting dari perawatan(Kohlen, 2011; Lachman, 2009). Akhirnya, pada fase empat (care recaiving), perawat menilai keberhasilan intervensi dengan pasien (receiver of care). Ini tahap terakhir yang membantu terjalinnya hubungan antara pasien dengan perawat, dan merupakan aspek yang khas untuk etika perawatan (Edwars, 2011).
Contoh ini menggambarkan proses keperawatan dalam tindakan, dan metode pemecahan masalah diperlukan untuk praktik keperawatan yang efektif. Namun, pelaksanaan proses yang menentukan apakah pasien mendapatkan caring atau tidak. Caring mendefenisikan keperawatan, seperti menyembuhkan seperti mendefenisikan obat. Perawat hadir pada kerentanan pasien, terutama karena kebutuhan pasien ini memiliki potensi untuk menciptakan ketergantungan (Edwars, 2009).
Dalam kasus Bapak Jones, fokus dokter pada pengobatan yang terlibat amputasi, sementara perawat yang dibutuhkan untuk menerapkan empat fase merawat untuk praktik keperawatan yang efektif. Empat unsur caring, keempat unsur atau fundamental diperlukan untuk efektif caring yang membutuhkan sikat tertentu dan keterampilan. Perawatan yang baik menggabungkan kegiatan tertentu, sikap, dan pengetahuan tentang kebutuhan pasien dan situasi. Dalam hal ini, pengalaman masa lalu perawat dengan pasien memberikan pengetahuan tentang kebutuhan manajemen nyeri pasien, yang membantu perawat menghindari sikap menghakimi tentang permintaan obat penghilang rasa nyerinya dan motivasi tindakan (aktivitas) untuk meminta peningkatan dosis analgesiknya. Teori Tronto terdiri dari empat unsur caring meliputi berikut :
1.      Perhatian
2.      Tanggung jawab
3.      Kompetensi
4.      Respon dari penerima pelayanan
            Pertama, caring memerlukan pendeteksian kepada pasien dan /keluarga. Jika perawat gagal dalam mengenali kebutuhan pasien atau keluarga maka tidak akan terjalin caring. Perhatian perawat memiliki peranan penting dalam menerima dan menghormati pasien, mereka ditantang untuk melangkah keluar sistem preferensi pribadi mereka agar dapat mengerti pasien, sehingga mereka dapat lebih memahami keadaan pasien dalam kehidupan sehari-hari (Gastman, 2006, hal. 136). Rumah sakit juga telah menerapkan kebijakan untuk mendorong perhatian pada kebutuhan pasien. Beberapa rumah sakit memiliki tanda-tanda yang menunjukkan “Tidak ada kawasan yang cocok” (Hendren, 2010). Hal ini memperkuat anggapan bahwa perawat tidak pernah aktif dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan , implementasi klasik lainnya mendukung hal ini Maret-April 2012. Vol.21/No.2. Pemerintahan yang melakukan penetapan per jam (Meade, Bursell, & Ketelsen, 2006). Kedua strategi ini dapat membantu memastikan bahwa tidak ada pasien yang di abaikan pada saat yang paling dibutuhkan.
Menurut kode etik perawat (ANA, 2001) semua perawat profesional memiliki tanggung jawab untuk merawat pasien di bawah perawatan mereka. Oleh karena itu, ada ketidakpastian seputar tanggung jawab sebagai elemen kedua dari kepedulian. Dalam konteks etika keperawatan, ada ambiguitas bahwa perawat memiliki tanggung jawab untuk ditugaskan oleh pasien (Edwars, 2009). Namun,ruang lingkup kepedulian mereka dapat menimbulkan pertanyaan, apakah keperawatan medikal bedah memiliki tanggung jawab untuk merawat Bapak Jones hanya sekali setelah ia dipindahkan ke ruang operasi?. Penulis ini percaya bahwa perawat memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemindahan ke dan dari ruang operasi   untuk mendukung Bapak Jones. Unsur ketiga adalah kompetensi (Tronto, 1993), jika perawat melaksanakan strategi pengelolaan rasa sakit yang efektif, baik karena kurangnya pengetahuan atau organisasi protokol, maka perawat ini tidak akan terlihat memberikan kepedulian menurut sudut pandang pasien administrato memiliki kewajiban untuk menyediakan perawat dalam mengelola rasa sakit dengan pendidikan efektif, berbasis bukti nyeri manajemen protokol. Perawat mmiliki tanggung jawab untuk memperbarui kompetensi secara terus menerus dengan profesional, khususnya dalam pengetahuan dan keterampilan, memerlukan komitmen seumur hidup(ANA, 2001).
Perawatan yang baik membutuhkan kompetensi untuk individu dalam memberikan perawatan yang didasarkan pada fisik, psikologis, budaya, dan spiritual berdasarkan berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga (Vanlaere & Gastmans, 2011).
 Perawatan yang baik bertujuan untuk memnamtu pasien menjadi seseorang yang mandiri. Perawatan yang baik perlu diberikan secara kompeten, sementara juga harus ada pertimbangan konteks pasien (misalnya, kematian istri etelah 40 tahun menikah). Unsur terakhir adalah pasien atau keluarga tanggap terhadap perawatan (Tronto, 1993).
Pasien rentan terhadap tindakan atau kurangnya tindakan perawat. Dalam beberapa situasi, pasien yang kurang tanggap terhadap analgesik memiliki penilaian yang berbeda dalam menentukan rencana perawatan. Perawat perlu memverifikasi bahwa kepedulian kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
Perawatan merupakan praktek timbal balik, terjadi dalam kerangka kerja dalam hubungan antara perawat (care giver) dan pasien (penerima pelayanan) (Gastmans, 2006).
Timbal balik tersebut terdiri dari memverifikasi bahwa perawatan yang diberikan adalah kebutuhan pasien.Timbal balik ini harus selalu berfokus pada pemenuhan kebutuhan perawatan dari pasien atau keluarga, sehingga tidak ada penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi (misalnya, paternalisme).
Watson (2001) juga difokuskan pada hubungan timbal balik dalam hubungan antara perawat dan pasien, yang menunjukkan pentingnya perawatan yang diberikan oleh perawat, pasien tidak pernah untuk digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari kepuasan diri sendiri.
Meringkas Gilliganide (1982), perawat perlu mengurus diri agar mampu merawat orang lain. Oleh karena itu, perawat harus terlibat dalam strategi perawatan diri sehingga ia akan memiliki energi dan motivasi untuk melaksanakan empat unsur perawatan : perhatian, tanggung jawab, kompetensi dan responsif (Tronto, 1993).


                                    DAFTAR PUSTAKA

Meidiana Dwidiyanti. 2008. Keperawatan dasar. Semarang. Hasani
Potter, Patricia A. Anne G. Perry, 2009. Fundamental of nursing edisi 7. Jakarta. Salemba Medika.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and
Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book
Taylor, carol lilis, carol dan lamone, priscilia. 1997. Fundamental of nursing 3nd ed. Phidelphia : lippincontt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEKNOLOGI DAN SISTEM INFORMASI DALAM DUNIA KESEHATAN DAN KEPERAWATAN TENTANG NEBULIZER

Teknologi dan Sistem Informasi dalam Dunia Kesehatan dan Keperawatan A.     Pengertian sistem informasi kesehatan Sistem informasi kese...